Menganal Aceh Selatan dari Masa ke Masa

Oleh Marzuki SB

Aceh Selatan adalah salah satu kabupaten di Aceh dengan ibu kota Tapak Tuan. Daerah yang dikenal dengan banyak legenda serta dijuluki Kota Naga menyisakan banyak cerita-cerita rakyat, seperti legenda Naga, kisah Gunong Terbang, kisah Batee Tunggai atau sebagian orang menyebut Batee Tinggai, Kisah Raja Ngang dan Gunong Sikorok, dan banyak cerita lainnya. Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan berbagai perspektif yang berbeda-beda. 

Selain dikenal dengan daerah legendaris, Aceh Selatan juga dijuluki sebagai Negeri Pala, dimana komoditas asli daerah ini terdapat tanaman pala dan menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat dan PAD daerah. Sebelum tahun 1999 daerah ini juga merupakan salah satu daerah penghasil beras di Aceh, namun sejak konflik Aceh hamparan sawah ditumbuhi ilalang serta muculnya berbagai penyakit padi, seperti hama tikus, wereng, dan lainya sehingga sektor pertanian pun mati. Dilain hal, daerah ini memiliki potensi alam yang sangat menawan dan indah dengan pemandangan laut Hindia. Sepanjang pantai dan pedalaman Aceh Selatan terdapat objek wisata yang cukup bagus dan dapat dijadikan nilai jual untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Terdapat pula sumber daya alam yang melimpah ruah, seperti emas, batu bara, batu marmer, biji besi, hutan gambut dan lainnya.

Disamping megah dengan kekayaan sumber daya alam, sejak dahulu Aceh Selatan juga dikenal daerah yang memiliki ilmu-ilmu gaib dengan sejarah perdukunan yang luar biasa bahkan sampai sekarang masih ada. Daerah ini juga dinobatkan sebagai kota santri, hampir seluruh penjuru Aceh Selatan terdapat pondok pesantren serta terdapat banyak Ulama-ulama besar yang berpengaruh di Aceh. Belum lagi bicara soal suku, ras dan etnis yang jarang dimiliki daerah-daerah lain; suku Aceh, Aneuk Jamee dan Kluet bersatu padu dalam keberagaman.

Pembentukan dan Pemekaran:

Aceh Selatan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Aceh Barat. Pembentukan Kabupaten tersebut disahkan melalui Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956. Dalam perkembangannya, Aceh Selatan terus mencoba membenah diri untuk menuju perubahan dan kesejahteraan, namun apa yang terlihat selama kurang lebih 40 tahun Aceh Selatan berdiri sendiri namun masih juga ketelattat atau tidak mengalami perubahan yang berarti. Akibatnya, dalam usia yang semakin renta dan dililit berbagai persolan kesenjangan sosial, pemerataan pembangunan dan lainnya sehingga beberapa daerah seperti Blangpidie dan Singkil memisahkan diri dari Aceh Selatan dan membentuk kabupaten baru. Kabupaten Aceh Singkil resmi dibentuk pada tanggal 20 April 1999 sesuai dengan UU No. 14 tahun 1999 (http://www.acehsingkilkab.go.id/typography), sedangkan kabupaten Aceh Barat Daya dibentuk pada tanggal 10 April 2002  sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Barat_Daya). Dalam perjalanannya kabupaten Aceh Singkil juga dimekarkan dengan dibentuknya Kota Subulussalam. Tepatnya tanggal 2 Januari 2007 ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Subulussalam) dan Subulussalam resmi menjadi cucu Aceh Selatan.

Kabupaten Aceh Selatan pernah mencoba berbenah diri, salah satu langkah yang pernah ditempuh untuk memajukan Aceh Selatan adalah pada pemerintahan Bupati Said Muzahar, dimana ia mencoba membagun Aceh Selatan dengan baik dengan pembangunan yang merata, salah satunya memindahkan beberapa perkantoran ke luar Tapaktuan. Saat itu sudah dibangun kantor pemerintah seperti kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) di Fajar Harapan kecamatan Kluet Utara. Namun langkah tersebut gagal, menurut kabar "angin" karena situasi politik saat itu. Ketika penggatian tampuk kepemimpinan kepada Bupati sesudahnya program tersebut tidak diteruskan, ditambah lagi dengan bergejolaknya konflik Aceh pada tahun 1998 sehingga bangunan yang sudah ada terbangkalai dan rapuh dimakan usia.

Fakta yang terjadi?, pembangunan di Aceh Selatan juga masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Wacana lama muncul kembali yaitu pemekaran wilayah seperti Labuhaji Raya, Kluet Raya serta Bakongan Raya, jika Raya-raya terwujud maka niscaya Aceh Selatan akan semakin Aloh (kecil). Wacana-wacana tersebut muncul akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam memeratakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Lalu bagaimanakah kisah Aceh Selatan berikutnya?, semua tergantung kepada kita selaku rakyat Aceh Selatan, baik itu masyarakat, Ulama, Umara harus saling bahu membahu dalam mengwujudkan kemakmuran dan kesejahteraan Aceh Selatan kedepan. Amin 

* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial di Aceh Selatan *

Share this post :

Posting Komentar

Test Sidebar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. zuki kembali - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger