Oleh Marzuki SB
Aceh Selatan adalah salah satu kabupaten di Aceh dengan ibu kota
Tapak Tuan. Daerah yang dikenal dengan banyak legenda serta dijuluki Kota Naga
menyisakan banyak cerita-cerita rakyat, seperti legenda Naga, kisah Gunong
Terbang, kisah Batee Tunggai atau sebagian orang menyebut Batee Tinggai, Kisah
Raja Ngang dan Gunong Sikorok, dan banyak cerita lainnya. Kisah-kisah tersebut
diceritakan dengan berbagai perspektif yang berbeda-beda.
Disamping megah dengan kekayaan sumber daya alam, sejak
dahulu Aceh Selatan juga dikenal daerah yang memiliki ilmu-ilmu gaib dengan
sejarah perdukunan yang luar biasa bahkan sampai sekarang masih ada. Daerah ini
juga dinobatkan sebagai kota santri, hampir seluruh penjuru Aceh Selatan
terdapat pondok pesantren serta terdapat banyak Ulama-ulama besar yang
berpengaruh di Aceh. Belum lagi bicara soal suku, ras dan etnis yang jarang
dimiliki daerah-daerah lain; suku Aceh, Aneuk Jamee dan Kluet bersatu padu
dalam keberagaman.
Pembentukan dan Pemekaran:
Aceh
Selatan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Aceh Barat.
Pembentukan Kabupaten tersebut disahkan melalui Undang-undang Darurat Nomor 7
Tahun 1956 pada 4 November 1956. Dalam perkembangannya, Aceh Selatan terus
mencoba membenah diri untuk menuju perubahan dan kesejahteraan, namun apa yang
terlihat selama kurang lebih 40 tahun Aceh Selatan berdiri sendiri namun masih
juga ketelattat atau tidak mengalami
perubahan yang berarti. Akibatnya, dalam usia yang semakin renta dan dililit
berbagai persolan kesenjangan sosial, pemerataan pembangunan dan lainnya
sehingga beberapa daerah seperti Blangpidie dan Singkil memisahkan diri dari
Aceh Selatan dan membentuk kabupaten baru. Kabupaten Aceh Singkil resmi
dibentuk pada tanggal 20 April 1999 sesuai dengan UU No. 14 tahun 1999 (http://www.acehsingkilkab.go.id/typography),
sedangkan kabupaten Aceh Barat Daya dibentuk pada tanggal 10 April 2002 sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Barat_Daya).
Dalam perjalanannya kabupaten Aceh Singkil juga dimekarkan dengan dibentuknya
Kota Subulussalam. Tepatnya tanggal 2 Januari 2007 ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2007 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Subulussalam)
dan Subulussalam resmi menjadi cucu
Aceh Selatan.
Kabupaten Aceh Selatan pernah mencoba berbenah diri, salah satu langkah
yang pernah ditempuh untuk memajukan Aceh Selatan adalah pada pemerintahan
Bupati Said Muzahar, dimana ia mencoba membagun Aceh Selatan dengan baik dengan
pembangunan yang merata, salah satunya memindahkan beberapa perkantoran ke luar
Tapaktuan. Saat itu sudah dibangun kantor pemerintah seperti kantor Dinas
Pekerjaan Umum (PU) di Fajar Harapan kecamatan Kluet Utara. Namun langkah
tersebut gagal, menurut kabar "angin" karena situasi politik saat
itu. Ketika penggatian tampuk kepemimpinan kepada Bupati sesudahnya program
tersebut tidak diteruskan, ditambah lagi dengan bergejolaknya konflik Aceh pada
tahun 1998 sehingga bangunan yang sudah ada terbangkalai dan rapuh dimakan
usia.
Fakta
yang terjadi?, pembangunan di Aceh Selatan juga masih jauh dari yang diharapkan
masyarakat. Wacana lama muncul kembali yaitu pemekaran wilayah seperti Labuhaji
Raya, Kluet Raya serta Bakongan Raya, jika Raya-raya terwujud maka niscaya Aceh
Selatan akan semakin Aloh (kecil).
Wacana-wacana tersebut muncul akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam
memeratakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Lalu bagaimanakah
kisah Aceh Selatan berikutnya?, semua tergantung kepada kita selaku rakyat Aceh
Selatan, baik itu masyarakat, Ulama, Umara harus saling bahu membahu dalam
mengwujudkan kemakmuran dan kesejahteraan Aceh Selatan kedepan. Amin
* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial di Aceh Selatan *
Posting Komentar