Oleh : Teuku Masrizar
Sebagian
masyarakat juga memanggilnya dengan panggilan Keuchik Ma’ruf karena pernah
menjabat keuchik (kepala kampung-red). Disamping sebagai Pawang Madu Hutan
(pawang unoe), Ma’ruf mampu melakukan berbagai ketrampilan lain, seperti
menjadi tukang sunat/khitan (Mudim), menjadi pembuat rumah (utoh), dan menjadi
pimpinan debus (khalifah daboh), bahkan pernah dipercaya sebagai Kepala Desa
(keuchik) di Gampongnya Ie Meudama.
Selain
sebagai Pawang Unoe, profesi lainnya sudah ditinggalkan atau tidak pernah
dilakukan lagi. Karena berbagai kepiawaiannya maka tidak salah jika Ma’ruf
disebut sebagai manusia multi talenta. Pria terlahir 75 tahun lalu itu masih
terlihat segar bugar dan masih sangat kuat dalam melakukan berbagai aktivitas
kesehariannya.
Kesukaannya dalam melucu menjadikan dia mudah diterima oleh kalangan tua dan muda. Dalam usia yang sudah tidak muda lagi, dia masih sangat cekatan dalam melakukan kerja-kerja fisik dan berat. Dia masih mampu berjalan kaki dari Buloh Seuma menuju Teupin Tinggi dengan jarak lebih kurang 22 Km. Dilain hal juga mampu mengelola puluhan pohon madu “rubek unoe” sebagai bahagian dari tanggung jawabnya sebagai Pawang Tuha.
Dalam keseharian Ma’ruf tinggal dengan istrinya dalam keadaan sakit, dan sudah tiga tahun belum sembuh. Rumah yang mereka tinggali selama ini pun sudah reot. Rumah yang berdindingkan papan itu berada di samping SD Teupin Tinggi, perbatasan dengan desa Ie Meudama. Ma’ruf memiliki seorang anak laki-laki yang sering dipanggil dengan sebutan Sidin. Sidin meninggal dunia disaat konflik Aceh berlangsung. Kini tinggal empat orang cucu perempuannya yang juga menjadi tanggung jawabnya.
Pawang madu hutan merupakan profesi warisan sejak dari nenek moyangnya. Sejak kecil sering dibawa oleh kakek dan ayahnya dalam hutan untuk panen madu. Sehingga dia terbiasa dan sangat mengenal serta menguasai medan rawa di sekitar wilayah Suaka Margasatwa Rawa Trumon tersebut. Ilmu Pawang Unoe dari kakek dan ayahnya kini hanya diwariskan pada Ma’ruf, karena sepuh ilmunya dia disebut sebagai pawang tuha (tua/senior-red).
Dengan status pawang tuha, Ma’ruf sangat disegani dikalangan pawang unoe lainnya, dari 15 orang pawang di wilayahnya hampir semuanya pernah berguru padanya. Sejak proses awal sampai akhir musim panen selalu dikoordinasii dengan Ma’ruf. Bentuk tugas pawang tuha dalam dunia pengelolaan lebah hutan di Kecamatan Trumon adalah dengan mendistribusikan tanggungjawab pengelolaan rubek unoe (Pulai ; Alstonia scularis) kepada semua pawang lainnya, namun secara keseluruhan juga menjadi tanggungjawab Ma’ruf.
“Biasanya pada awal panen saya yang memulai prosesnya kemudian dilanjutkan oleh yang lain yang telah diberikan tanggung jawab,”jawab Ma’ruf ketika ditanyakan bagaimana proses awal panen madu hutan.
Ma’ruf merupakan sisa talenta kearifan lokal dan kearifan tradisional yang masih ada dalam sistem pengelolaan sumberdaya alam terbarukan di sudut Rawa Trumon sekarang. Sistem pengelolaan madu hutan secara turun-temurun memberikan manfaat ekonomi secara komunal. Lihat saja pada setiap proses panen dengan dibolehkan siapapun untuk melihatnya dan hasilnya akan dibagikan secara proporsional berdasarkan peran dan tugas masing-masing. Tapi yang terpenting adalah sejauh ada rezeki maka semua yang hadir kebagian madu untuk dibawa pulang.
Kini kelangsungan madu hutan di Rawa Trumon dihadapkan dengan ancaman besar yang sulit untuk dihindari. Karena sebagian lahan yang ditumbuhi tegakan madu hutan terancam dengan penguasaan lahan dan konversi lahan menjadi perkebunan sawit. Alih fungsi lahan dan hutan menjadi tantangan terbesar dalam pelestarian produksi madu di Aceh Selatan.
Kita berharap masyarakat dapat melestarikan Rawa Trumon serta memperkuat diri melalui penguatan kelembagaan adat yang ada sehingga potensi dan kelangsungan madu hutan yang telah bersimbiosis lama dengan kehidupan masyarakat dapat dipertahankan. []
Kesukaannya dalam melucu menjadikan dia mudah diterima oleh kalangan tua dan muda. Dalam usia yang sudah tidak muda lagi, dia masih sangat cekatan dalam melakukan kerja-kerja fisik dan berat. Dia masih mampu berjalan kaki dari Buloh Seuma menuju Teupin Tinggi dengan jarak lebih kurang 22 Km. Dilain hal juga mampu mengelola puluhan pohon madu “rubek unoe” sebagai bahagian dari tanggung jawabnya sebagai Pawang Tuha.
Dalam keseharian Ma’ruf tinggal dengan istrinya dalam keadaan sakit, dan sudah tiga tahun belum sembuh. Rumah yang mereka tinggali selama ini pun sudah reot. Rumah yang berdindingkan papan itu berada di samping SD Teupin Tinggi, perbatasan dengan desa Ie Meudama. Ma’ruf memiliki seorang anak laki-laki yang sering dipanggil dengan sebutan Sidin. Sidin meninggal dunia disaat konflik Aceh berlangsung. Kini tinggal empat orang cucu perempuannya yang juga menjadi tanggung jawabnya.
Pawang madu hutan merupakan profesi warisan sejak dari nenek moyangnya. Sejak kecil sering dibawa oleh kakek dan ayahnya dalam hutan untuk panen madu. Sehingga dia terbiasa dan sangat mengenal serta menguasai medan rawa di sekitar wilayah Suaka Margasatwa Rawa Trumon tersebut. Ilmu Pawang Unoe dari kakek dan ayahnya kini hanya diwariskan pada Ma’ruf, karena sepuh ilmunya dia disebut sebagai pawang tuha (tua/senior-red).
Dengan status pawang tuha, Ma’ruf sangat disegani dikalangan pawang unoe lainnya, dari 15 orang pawang di wilayahnya hampir semuanya pernah berguru padanya. Sejak proses awal sampai akhir musim panen selalu dikoordinasii dengan Ma’ruf. Bentuk tugas pawang tuha dalam dunia pengelolaan lebah hutan di Kecamatan Trumon adalah dengan mendistribusikan tanggungjawab pengelolaan rubek unoe (Pulai ; Alstonia scularis) kepada semua pawang lainnya, namun secara keseluruhan juga menjadi tanggungjawab Ma’ruf.
“Biasanya pada awal panen saya yang memulai prosesnya kemudian dilanjutkan oleh yang lain yang telah diberikan tanggung jawab,”jawab Ma’ruf ketika ditanyakan bagaimana proses awal panen madu hutan.
Ma’ruf merupakan sisa talenta kearifan lokal dan kearifan tradisional yang masih ada dalam sistem pengelolaan sumberdaya alam terbarukan di sudut Rawa Trumon sekarang. Sistem pengelolaan madu hutan secara turun-temurun memberikan manfaat ekonomi secara komunal. Lihat saja pada setiap proses panen dengan dibolehkan siapapun untuk melihatnya dan hasilnya akan dibagikan secara proporsional berdasarkan peran dan tugas masing-masing. Tapi yang terpenting adalah sejauh ada rezeki maka semua yang hadir kebagian madu untuk dibawa pulang.
Kini kelangsungan madu hutan di Rawa Trumon dihadapkan dengan ancaman besar yang sulit untuk dihindari. Karena sebagian lahan yang ditumbuhi tegakan madu hutan terancam dengan penguasaan lahan dan konversi lahan menjadi perkebunan sawit. Alih fungsi lahan dan hutan menjadi tantangan terbesar dalam pelestarian produksi madu di Aceh Selatan.
Kita berharap masyarakat dapat melestarikan Rawa Trumon serta memperkuat diri melalui penguatan kelembagaan adat yang ada sehingga potensi dan kelangsungan madu hutan yang telah bersimbiosis lama dengan kehidupan masyarakat dapat dipertahankan. []
Posting Komentar